Buka Egek di Malaumkarta, Sorong, Juni 2023 akan Diramaikan dengan Festival Egek 4 Hari
Menyambut pelaksanaan buka egek Juni 2023, masyarakat adat Malaumkarta, Kabupaten Sorong, akan mengadakan Festival Egek. “Yang sudah kami siapkan adalah rapat kerja panitia, mengatur jadwal pertemuan dengan Pemkab Sorong, Pemprov Sorong Barat Daya, komunikasi dengan kementerian atau lembaga terkait, dan sosialisasi dengan masyarakat adat di wilayah adat Malamoi,” jelas Ketua Panitia Festival Egek, Tory Kalami, Jumat (10/3/2023).
Festival Egek ini akan menampilkan beragam kebudayaan suku Moi, memperkenalkan hokum adat egek, mempromosikan pariwisata Maualumkarta, dan sebagainya. Pada 2018, kajian yang dilakukan Universitas Padjadjaran, Bandung, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), memperlihatkan nilai manfaat dari pelancong lokal mencapai Rp 660 juta per tahun. Nilai manfaat dari pelancong mancanegara yang menginap di Malaumkarta selama 2014-2017 mencapai Rp 134,4 juta.
Egek merupakan istilah dalam bahasa Moi yang digunakan masyarakat adat Moi untuk pelaksanaan konservasi sumber daya alam berdasarkan hukum adat. Egek diberlakukan untuk laut dan hutan. Dalam kurun waktu tertentu, masyarakat dilarang mengambil hasil laut dan hutan.
Pelaksanaan konservasi adat ini, di Malaumkarta Raya melibatkan lima kampung, yaitu Kampung Malaumkarta, Kampung Suatolo, Kampung Suatut, Kampung Mibi, dan Kampung Malagufuk. Lima kampung ini memiliki kesepakatan bersama untuk tidak menjual laut dan hutan mereka ke swasta.
Menurut Tory, Festival Egek akan diadakan pada 5-8 Juni 2023 yang langsung disambung dengan upacara buka egek. Buka egek biasanya akan berlangsung dua-tiga bulan. Seluruh masyarakat akan terlibat memanen hasil laut menggunakan alat-alat tradisional yang tidak membahayakan ekosistem laut.
Pemkab Sorong telah mendukung konservasi sumber daya alam berdasarkan hokum adat ini melalui peraturan bupati yang diterbitkan pada 2017. Perda perlindungan masyarakat adat juga sudah diterbitkan oleh Pemkab Sorong pada 2017.
Egek terbukti memberikan manfaat langsung dan tak langsung bagi masyarakat adat Moi di Malaumkarta Raya. Kajian yang dilakukan Universitas Padjadjaran dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pada 2028 memperlihatkan nilai manfaat tak langsung dari sumber daya alam seperti penyerapan karbon dan fungsi ekosistem mencapai Rp 148,43 miliar.
Rinciannya, dari 5.005 hektare hutan, serapan karbonnya mencapai 599.749 ton. Nilainya mencapai Rp 80,996 miliar. Untuk fungsi ekosistem, terumbu karang seluas 160,3 hektare nilai manfaat tak langsungnya mencapai Rp 31,067 miliar. Nilai manfaat tak langsung dari padang lamun seluas 249,25 hektare mencapai Rp 35,669 miliar. Sedangkan dari hutan bakau seluas sembilan hectare, nilai manfaatnya mencapai Rp 728,5 juta.
Pada buka egek 2022, hanya mendapatkan 328 kilogram, laku dijual Rp 104,986 juta. Sedangkan teripang mencapai 289 kilogram dengan nilai jual Rp 72,883 juta. Tahun ini mereka tidak memanen lola karena ada larangan dari pemerintah.
Oohya! Baca juga: Melindungi Bayi Lobster dengan Hukum Adat Egek.
Buka egek 2022 ini merupakan buka pertama setelah pandemi Covid-19. Karena pandemi ini, pada 2020 dan 2021 tidak diadakan buka egek. Pada buka egek 2019, mereka mendapat sekitar Rp 300 juta. Teripang menghasilkan Rp 194,58 juta, lobster Rp 105,48 juta, dan lola sekitar Rp 400 ribu. Pada 2008 panen egek hanya menghasilkan sekitar Rp 9,5 juta.
Priyantono Oemar