Stunting, Biskuit, Protein Hewani, dan Ancaman Percepatan Laju Urbanisasi
Menkes Budi Gunawan Sadikin mengaku dimarahi profesor-profesor gizi karena memberi biskuit untuk mencegah stunting. Seharusnya, yang diberikan adalah protein hewani. Presiden Joko Widodo pun meminta agar kekeliruan ini tidak diulangi. Karena, menurut Jokowi, pemberian biskuit hanya mencari jalan mudah mengatasi stunting.
Stunting masih menjadi masalah serius tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia. Di Indonesia, angka stunting mencapai 21,6 persen dari jumlah anak Indonesia pada 2022. Menurut data FAO, hampir 75 juta anak di bawah usia lima tahun di Asia dan Pasifik mengalami stunting. Jumlah ini merupakan setengah dari total kasus stunting dunia. Pada tahun 2021, 396 juta orang di kawasan Asia Pasifik kekurangan gizi dan diperkirakan 1,05 miliar orang di Asia dan Pasifik menderita kerawanan pangan sedang atau parah.
“Yang memperburuk situasi adalah biaya untuk mendapatkan pangan sehat. Di kawasan ini, pangan sehat tidak terjangkau. Pada sebagian besar negara Asia dan Pasifik, untuk hampir dua miliar penduduk (1,9 miliar orang, yaitu 44,5 persen dari populasi kawasan) tidak memiliki akses pada pangan sehat.” Demikian dari FAO Asia Pasifik berdasarkan laporan terbaru yang diluncurkan oleh empat badan PBB (FAO, Unicef, WFP, dan WHO pada Selasa (24/1/2022). Pandemi Covid-19 memiliki dampak gabungan dengan inflasi. Biaya rata-rata pola makan sehari di kawasan Asia Pasifik menjadi 3,98 dolar Amerika Serikat per hari.
Ancaman belum akan segera teratasi jika laju urbanisasi terus meningkat. Kota-kota di Asia dinilai tumbuh sangat cepat, sehingga hampir 55 persen dari populasi besar di kawasan ini diperkirakan akan tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2030. Hal itu akan memiliki konsekuensi yang sama besarnya bagi ketahanan pangan dan gizi perkotaan.
Meningkatnya permukiman penduduk berpenghasilan rendah di perkotaan, kenaikan harga pangan dan kebutuhan untuk mengembangkan agenda pangan perkotaan akan mengubah infrastruktur, transportasi, air bersih, dan pengelolaan limbah. Hal ini akan menimbulkan tantangan baru bagi para perencana perkotaan dan pembuat kebijakan nasional di seluruh wilayah Asia Pasifik.
Priyantono Oemar