Lincak

Orang Sumba Pantang Mengenakan Kain Tenun Motif Buaya di Rumah Adat. Ini Alasannya

Karyawati Liwar menunjuk kain tenun bermotif kura-kura dan buaya yang digantung di sampingnya. Pantang dikenakan di rumah adat (foro: priyantono oemar).
Karyawati Liwar menunjuk kain tenun bermotif kura-kura dan buaya yang digantung di sampingnya. Pantang dikenakan di rumah adat (foro: priyantono oemar).

Kain tenun ikat memiliki banyak motif. Ada pantangan-pantangan dalam mengenakannya.

Kain tenun ikat di Sumba, biasa memasangkan motif kura-kura dan buaya dalam satu bidang lain. Motif kura-kura dan buaya dalam ungkapan Sumba: ana wuya rara, ana kara wulang. Arti harfiahnya anak buaya merah, anak kura-kura bulan.

Buaya sebagai simbol keberanian menggambarkan kekuasaan pemimpin. Bulan melambangkan perempuan. Kura-kura melambangkan kemampuan beranak-pinak, yang akan ke darat untuk bertelur di kala bulan dikelilingi cahaya putih, seperti mahkota. Begitulah gambaran suami-istri pemimpin.

Penenun Rani dengan kain tenun motif buaya. Pantang dikenakan di rumah adat (foto: priyantono oemar).
Penenun Rani dengan kain tenun motif buaya. Pantang dikenakan di rumah adat (foto: priyantono oemar).

Bagi penganut Marapu, agama lokal di Sumba, mereka berpantang mengenakan kain bermotif buaya saat berada di umah hori (rumah adat). Jika mereka melanggar, mereka percaya umah hori akan didatangi buaya atau binatang sejenisnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Priyantono Oemar

Oohya! jangan lewatkan untuk membaca: Mengapa Motif Kerbau tak Ada di Semua Kain Tenun Sumba?