Pitan

Anekdot Papua, Pendeta Papua Menikahi Perempuan Batak

Menganggap bisa menikahi perempuan non-Papua sebagai naik pangkat, kata Sendius Wonda, itu pertanda orang Papua yang kehilangan jati diri. 

Cerita ini diambil dari buku Tenggelamnya Rumpun Melanesia karya Sendius Wonda yang terbit tahun 2007. Ada bagian menceritakan pernikahan campuran:

Ini cerita tentang pendeta Gereja Pantekosta yang notabenenya adalah mantan anggota TPN/OPM pada 1980-an, sangat radikal bergerilya di hutan bagian Timur Papua. Saat menjadi anggota TPN/OPM, ia ditangkap dan ditahan. Di kemudian hari ia menyatakan kembali kepada NKRI lalu masuk sekolah pendeta.

Setelah menjadi pendeta, di hadapan jemaat ia sering membanggakan istrinya, perempuan Batak. Bagi dia itu adalah karunia sebagai anak Tuhan sejati, sehingga Tuhan memberinya hadiah istri yang paling cantik, yaitu perempuan Batak. Padahal ia mengaku tak ganteng-ganteng amat. Pada 1980-an, orang Papua menikah dengan orang bukan Papua adalah kejadian ajaib. Kasusnya, kata Sendius Wonda, 1: 1.000.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tapi pengakuan pendeta itu dinilai Sendius sebagai pemikiran yang salah. Itu berarti menganggap perempuan Papua tidak cantik. Jika sudah bisa menikahi perempuan non-Papua merasa sudah naik pangkat dan menjadi orang yang lebih baik dari orang Papua asli. “Konsep pemikiran seperti ini adalah orang-orang Papua yang telah kehilangan jati diri dan identitasnya..,” kata Sendius

Ma Roejan

Berita Terkait

Image

Ada LSPro di Tanah Papua, Uji Mutu Kopi, Kakao, dan Pala tak Perlu Lagi ke Jawa

Image

Prabowo Ingin Swasembada Pangan. Berani Tiru Orang Dayak dan Orang Papua?