Nasdem, Bebek yang Hendak Dilumpuhkan
Berbagai upaya dilakukan untuk melemahkan Nasdem dan Anies Baswedan.
Seorang duta besar Indonesia di Asia Tengah tengah yang masih mengurusi politik Indonesia mempersoalkan orang yang mengaku capres sudah mulai kampanye. Ia menyebutnya orang yang mengaku capres, tidak menyebut nama. Tapi publik tahu sosok yang dimaksud si dubes itu.
Beberapa hari kemudian, media dipenuhi berita pembatalan izin acara di berbagai daerah yang diajukan untuk menyambut capres yang dipersoalkan si dubes itu. Acara kunjungan tetap berlangsung meski tidak menggunakan lokasi yang diajukan izinnya sebagai tempat penyambutan. Sambutan tetap meriah.
Di lain pihak, gubernur Jawa Tengah yang juga digadang-gadang layak dicapreskan juga sering mengunjungi daerah atas nama organisasi alumni kampusnya. Lalu di sela acara, ada kegiatan jalan pagi dan bertemu masyarakat di sepanjang jalan yang dilalui untuk lari pagi itu. Bahkan, KPK pun kemudian memfasilitasinya untuk berkunjung ke Surabaya, Jawa Timur, dengan bungkus acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia. Berita yang muncul dari kegiatan itu lebih banyak menyorot gubernur Jawa tengah itu.
Gubernur yang layak dicapreskan ini tidak digadang-gadang oleh partainya, tetapi oleh partai lain pengikut Jokowi dan oleh relawan Jokowi. Partai tempat gubernur itu bergabung mewacanakan capres lain, tetapi sosok yang diwacanakan itu kini tak lagi aktif turun ke lapangan untuk bagi-bagi kaus. Publik banyak yang membaca gubernur itu sengaja dikuyo-kuyo terlebih dahulu agar mendapat simpati publik. Lembaga-lembaga survei memang banyak yang menempatkan dia di posisi atas.
Sedangkan orang yang mengaku capres yang disinggung dubes Indonesia di negara Asia Tengah selalu dikecilkan dalam perolehan survei, tetapi dinaikkan perolehan suaranya ketika dipasangkan dengan AHY. Publik sejak awal digiring bahwa ia sangat cocok jika menggandeng AHY, sementara AHY meski partainya besar, ia menjadi kartu mati karena belum matang sebagai pemimpin. Di zaman Oerde Baru, pengkaderan di militer tidak menyiapkan mayor untuk ditempatkan sebagai kepala daerah. Bupati/walikota selalu diisi oleh letnan kolonel atau kolonel. Sedangkan gubernur diisi oleh mayor jenderal.
Memasangkan AHY dengan Anies seperti ingin menghibur Anies sebagai pasangan yang potensial, padahal tujuannya juga untuk menggelamkannya. Ketika Anies belum juga memilih Anies, skenario lain dibuat. Wacana PKS berkoalisi dengan Gerindra dimunculkan. Partai berwarna biru juga disebut akan bergabung ke Koalisi Indonesia Bersatu. Dengan begitu, Anies tak akan mungkin maju di 2024 jika Nasdem tidak berhasil membentuk koalisi.
Bahkan, ketika Nasdem secara resmi mencapreskannya, lembaga survei juga ramai-ramai menenggelamkan Nasdem dengan survei yang menyebut perolehan suaranya justru merosot setelah mencapreskan sosok itu. Lalu diserang kanan kiri sebagai tidak seirama lagi dalam barisan pengikut Jokowi, sehingga diusulkan agar dikeluarkan saja dari kabinet. Nasdem hendak dilumpuhkan agar tidak membebek lagi. Pesannya adalah: mencapreskan Anies Baswedan berarti menggali kuburan sendiri. Upaya mematikan si capres itu telah dilakukan secara sistematis.
Baru akhir-akhir ini ada lembaga survei, Median, yang membela Nasdem dan Anies, bahwa perolehan suara Nasdem naik dua kali lipat setelah mencapreskan Anies. Pun Voxpol Center Research juga menyebut program-program Anies selama menjadi gubernur menjadi bukti ia bukan pelaku intoleransi.
Kita tunggu perkembangannya. Mungkin Anda melewatkannya, klik juga: Bebek Pincang Itu Bernama Nasdem. Yang Lainnya Tetap Atraktif di Barisan Bebek,
Priyantono Oemar