Egek

Warga Pulau Wawonii Ajukan Diri Jadi Pihak Terkait dalam Uji Materiil UU PWP3K

Warga Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, bersama koalisi masyarakat sipil mengajukan permohonan ke MK menjadi pihak terkait dalam permohonan uji materiil PT GKP atas Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 35 (Huruf (k) UU PWP3K (foto: dokumentasi koalisi masyarakat sipil).
Warga Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, bersama koalisi masyarakat sipil mengajukan permohonan ke MK menjadi pihak terkait dalam permohonan uji materiil PT GKP atas Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 35 (Huruf (k) UU PWP3K (foto: dokumentasi koalisi masyarakat sipil).

Warga Pulau Wawonii dan koalisi masyarakat sipil mendatangi Mahkamah Konstitusi pada Kamis (24/8/2023). Mereka mengajukan permohonan ke MK sebagai pihak terkait dalam permohonan uji materiil PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Permohonan warga Pulau Wawonii ini merupakan upaya agar MK tidak memenangkan permohonan judicial review PT GKP yang ingin melegalkan pertambangan di pulau-pulau kecil.

PT GKP telah mengajukan permohonan uji materiil atas Pasal 23 Ayat (2) dan Pasal 35 Huruf (k) dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K). Juru Kampanye Trend Asia Arko Tarigan mengatakan, sejak 8 Agustus 2023 koalisi masyarakat sipil telah mengajukan permohonan informasi perkembangan Pemeriksaan Perkara dan/atau tahapan perkara Nomor: 35/PUU-XXI/2023 ke Mahkamah Konstitusi. Namun, hingga saat ini belum ada respons terkait permohonan informasi tersebut.

Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil memantau perkembangan perkara melalui situs resmi MK dan menemukan informasi bahwa 9 Mei 2023 pukul 13.30 WIB terdapat agenda perbaikan permohonan kedua untuk pemohon (PT GKP). Namun, sampai tanggal 24 Agustus 2023 koalisi masyarakat sipil tidak mendapatkan jawaban perkembangan perkara oleh Mahkamah Konstitusi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Pada tanggal 30 Agustus 2023 atau 4 bulan setelah pemohon diminta untuk melakukan perbaikan, Mahkamah Konstitusi tetap akan melanjutkan persidangan,” kata Arko Tarigan. Padahal, lanjut dia, batas waktu perbaikan permohonan hanya 14 hari kerja. Hal itu diatur dalam Pasal 32 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. “Ini menjadi suatu hal yang janggal, seharusnya Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan terkait uji materiil yang diajukan oleh PT GKP," tambah Arko Tarigan.

PT GKP mengajukan uji materiil untuk beberapa pasal dalam UU PWP3K. Pengajuan itu dilakukan karena anak perusahaan Harita Group tersebut tak terima dengan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan judicial review warga Pulau Wawonii. Warga Pulau Wawonii mengajukan judicial review atas Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan, yang menetapkan alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan.

Dalam permohonan uji materiil tersebut, warga Wawonii berargumen bahwa Perda No. 2/2021 bertentangan dengan UU PWP3K yang melindungi pulau-pulau kecil dari aktivitas pertambangan. MA mengabulkan permohonan warga dan membatalkan beberapa pasal yang mengatur alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan.

Putusan MA tersebut menguatkan bahwa PT GKP tidak memiliki legitimasi untuk melakukan aktivitas pertambangan nikel di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan. Sebab, pulau itu masuk dalam kategori pulau kecil dengan luas hanya 706 kilometer persegi. UU No.27/2007 menyebut, pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi.

Dalam permohonan judicial review-nya, PT GKP melayangkan pengubahan pada Pasal 35 huruf (k): "Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya."

Koalisi masyarakat sipil, menurut ARjo Tarigan, menilai kata "apabila" dalam pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang berdampak pada kerugian warga. Permohonan uji materiil juga dinilai sebagai upaya perusahaan melegalkan aktivitas tambang di Pulau Wawonii, walaupun secara hukum pertambangan dilarang di pulau-pulau kecil.

Ma Roejan