Penyakit Dada yang tak Kunjung Sembuh Menyebabkan WR Supratman Meninggal pada 17 Agustus 1938
Di kalangan teman dan keluarga di masa kecil, ia dipanggil Wage. Itulah nama dia. Ketika diambil sebagai anak angkat, ia diberi nama Rudolf. Maka, nama Wage dan Rudolf sering dipakai untuk memanggil dirinya.
Oohya! Baca juga ya:
Lagu 'Indonesia Raya' Penuh Kata-Kata Menggugah, WR Supratman Dapat dari Mana?
Bukan Sin Po yang Memuat Pertama Kali Lagu Indonesia Raya, Melainkan Koran di Bandung
Meliput Kongres Pemuda, WR Supratman Dapat Inspirasi untuk Lagu 'Indonesia Raya'
Soeara Oemoem edisi 17 Agustus 1938 menulis:
Namanja jang sedjati ialah Wage, karena lahirnja pada hari pasaran wage. Kemoedian diambil anak poengoet oleh seorang – orang bangsa koelit poetih jang masih mendjadi keloerganja dan diberinja nama Rudolf. Karena doea nama ketjil itoe maka dipakainja kedoeanja ialah Wage Rudolf Soepratman dengan singkatan WR Soepratman.
Pada 17 Agustus 1938 pukul 01.00 dini hari, WR Supratman meninggal dunia di rumahnya di Manggaweg 21 (Jalan Mangga 21) Surabaya.
Soeara Ooemoem menulis lagi:
Hidoepnja dalam kalangan pergerakan pemoeda dan kebangsaan sangat populair. Selain tertarik pada journalistiek dan pergerakan nasional, iapoen gemar pada moesik. Waktoe berkobar-kobarnja semangat nasioanl, ia beroentoeng dapat mengarangkan lagoe “Indonesia Raja” jang hingga saat ini dianggap satoe lagoe kebangsaan oleh bangsa kita oemoemnja.
Djoega telah berhasil mengarang lagu “Kartini” dan lain-lainnja poela.
WR Supratman meninggal di usia 34 tahun karena sakit. Saat sakit, ia harus beristirahat di pengunungan di Sukabumi. Tapi, karena tak kunjung sembuh ia kemudian dibawa pulang ke Surabaya.
Soeara Oemoem menulis soal sakitnya:
Roepanja ia telah dihinggapi penjakit dada, jang makin lama mamkin tidak berkoerang, malah bertambah kerasnja. Dalam ia menanggoeng kesakitan itoe, toch semangatnja tentang kebangsaan tidak lekas padam. Malah dalam mengasoeh dan berbaring itoe, ia telah beroentoeng mengarangkan lagoe “Soerya Wirawan”.
Belankangan iapoen masoek lid Parindra djoega.
Pada salah satoe keloarganaja, ialah toean Oerip Kasansengari, ia melahirkan perkataannja: “Biarlah akoe meninggal sesoedah akoe masoek dalam Parindra, soedah poeas hatikoe”.
Ketika Soeara Oemoem menjenguk di masa sakitnya, WR Supratman masih bisa bercerita mengenai Kongres Bahasa Indonesia. Kongres Bahasa Indonesia Pertama diadakan pada Juni 1938.
Priyantono Oemar