Pesawat Tempur Mirage 2000 Ditolak Presiden Soeharto, Benny Moerdani 'Berselisih' dengan Habibie
Indonesia Airshow yang diadakan di Kemayoran pada 1986 sukses Bermula dari sini, Presiden Soeharto menginginkan TNI AU memiliki kekuatan tempur yang didukung oleh pesawat tempur jenis fighter.
"Atas keinginan Presiden tersebut, banyak pihak kemudian mulai kasak-kusuk menyorongkan kepentingannya," tulis Dipo Alam dalam buku biografinya Dipo Alam dalam Pusaran Adab Dipimpin dan Memimpin, yang terbit 2022.
Panglima ABRI (Pangab) Leonardus Benyamin Moerdani (Benny Moerdani) pun segera mengajukan proposal pengadaan pesawat tempur. Pesawat tempur Mirage 2000 buatan Prancis ia tawarkan sebagai pilihan.
Saat ini, Mirage 2000 sedang diributkan di Tanah Air. Pangkal soalnya karena Menhan Prabowo Subianto membeli Mirage 2000 bekas dari Qatar.
Menurut Dipo, Soeharto tidak langsung mengiyakan proposal Benny. Ia meminta pertimbangan dari BJ Habibie, menterinya yang ahli pesawat.
Habibie pun melakukan kajian dan menyampaikan pertimbangannya mengenai Mirage 2000 dan F16. Keduanya diperbandingkan.
Kedua pesawat itu sama-sama canggih. Namun, Habibie memiliki catatan. Habibie menengok perang Irak-Iran yang melibatkan kedua pesawat itu. Secara statistik, berdasarian pertemuan di dalam perang Irak-Iran dan juga pertempuran lainnya, keunggulan Mirage 2000 kalah dari F16. Lalu Habibie menjelaskan kebijakan produsennya.
Sekain itu, pembelian Mirage 2000 selalu alot dalam proses negosiasinya. Produsen Mirage 2000 tidak pernah melakukan transfer teknologi. Seratus persen komponen pesawatnya dan mekaniknya, seutuhnya dari mereka, sehingga akan selalu bergantung pada mereka. Sementara, produsen F16 memberikan tawaran menarik. Indonesia sebagai pembeli dibolehkan memproduksi maksimal 30 persen komponen, sehingga ada kesempatan transfer teknologi. "Jika memesan F16, misalnya, pihak Indonesia kebagian membuat bagian sayap untuk sandaran bom," tulis Dipo.
Mendengar paparan ini, Soeharto lantas menolak proposal Benny dan memutuskan membeli F16. IPTN yang akan membuat sayap sandaran bom.
Proposalnya ditolak Soeharto gara-gara pertimbangan Habibie, membuat Benny kecewa. Sejak itulah Benny 'berselisih' dengan Habibie. "Empat tahun kemudian, saat proses pembentukan ICMI, menurut pengakuan orang dekat Habibie, kelompok Benny melakukan berbagai cara untuk menggagalkan pendirian ICMI," tulis Dipo.
Melalui proyek Bima Sena, Indonesia membeli 12 pesawat tempur F16 dari Amerika. Empat perwira penerbang dan 63 teknisi dikirim ke Amerika Serikat untuk pelatihan selama enam bulan. Pada 11 Desember 1989, tiga dari 12 unit F16 Fighting Falcon dari Amerika Serikat mendarat di Bandara Iswahyudi, Madiun.
Priyantono Oemar