Lincak

Asal-Usul Pesta Kembang Api Menyambut Tahun Baru

Merayakan malam tahun baru, orang Eropa dan Cina di Hindia Belanda biasa menyalakan kembang api. Mereka lalu menganggap pribumi tengah merayakan tahun baru ketika pribumi membakar kembang api menyambut Lebaran.

Pesta kembang api sudah ada di masa lalu di Eropa. Kembang api dinyalakan untuk menyambut komandan pasukan dari medan perang yang pulang membawa kemenangan. Lalu, perjalanan waktu mengubah pesta kembang api untuk pesta tahun baru.

Di Indonesia, pesta kembang api sudah cukup lama ada. Koran tahun 1900 memuat iklan toko di Medan yang menjual kembang api. Harganya 10-25 gulden per blek.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada 1913, Sarekat Islam melarang anggotanya membakar mercon atau kembang api pada Lebaran yang jatuh pada 1 September 1913. Enam tahun kemudian, pada 1919, menurut De Preanger-Bode edisi 23 April 1919, anggota Sarekat Islam di Serang ditangkap karena menyimpan mercon. Ia membelinya jauh sebelum Lebaran, sebelum ada larangan membakar mercon. Pengurus Sarekat Islam pun menilai, penangkapan ini dilakukan polisi karena yang bersangkutan adalah aktivis Sarekat Islam, organisasi yang saat itu dicurigai pemerintah kolonial.

Pelarangan yang sering mendadak ini tentu membuat rugi orang-orang Cina yang berjualan mercon/kembang api. Untuk bisa memproduksi/menjual mercon, mereka dikenai pajak. Pada 1926, pajak mercon di Banten mencapai 200 gulden. Di Priangan 50 gulden dan di Batavia 20 gulden. Untuk pedagang asongan, pajaknya 10 gulden.

Pada 1912 muncul kerusuhan akibat pelarangan membakar mercon/kembang api menjelang tahun baru Cina. Masyarakat Cina di Surabaya dan Batavia pada 1912 yang melakukan kerusuhan itu tidka terima dengan pelarangan itu.

Priyantono Oemar