Sekapur Sirih

Mungkinkah Ada Layanan Antar Makanan Menggunakan Kereta Cepat Bandung-Jakarta? Satu Jam Sampai

Andai nanti, sekadar beli camilan dari Bandung saja bisa lewat layanan kereta cepat (foto: priyantono oemar).
Andai nanti, sekadar beli camilan dari Bandung saja bisa lewat layanan kereta cepat (foto: priyantono oemar).

Apakah kehadiran kereta cepat akan digunakan untuk mematikan KA Argo Parahyangan?

Sebelum Kereta Api Parahyangan dimatikan pada 27 April 2010, perjalanan kereta Jakarta-Bandung dilayani oleh Kereta Api Argo Gede dan Argo Parahyangan. Dibukanya tol Cipularang membuat penumpang kereta turun drastis. Pernah satu kereta hanya ada satu penumpang.

Setelah Parahyangan ditutup, namanya digabungkan ke Argo Gede, sehingga menjadi Argo Parahyangan. Lama perjalanan KA Parahyangan mencapai 3,5 jam bahkan bisa empat jam. Sedangkan lama perjalaan Argo Gede dua jam lenih 50 menit. Setelah menjadi Argo Parahyangan, lama perjalanan menjadi 3-3,5 jam.

Perjalanan melalui tol Cipularang pernah mengalami kendala, macet berjam-jam, sehingga perjalanan Jakarta-Bandung mencapai 6-8 jam. Kondisi ini membuat kereta menjadi pilihan lagi. Kereta menjadi penuh lagi. Sebelum pandemi, rangkaian kereta Argo Parahyangan mengangkut 400 kursi sekali berangkat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam sehari, jumlah perjalanan pergi pulang ditingkatkan dari 18 kali menjadi 22 kali dan di akhir pekan/awal pekan dari 24 kali menjadi 28 kali. Bisa dihitung jika setiap hari mampu mengangkut 12 ribu ribu penumpang, meningkat dari 10 ribu per hari. Harga tiket Rp 150 ribu. Sedikitnya bisa mendapat Rp 1,8 miliar per hari, belum termasuk di akhir pekan/awal pekan. Penghasilan PT KAI per hari mencapai Rp 20 miliar miliar per hari. Pendapatan harian di akhir pekan/awal pekan bisa melonjak menjadi Rp 39 miliar.

Dengan pendapatan PT KAI Rp 20 miliar pe hari, KA Argo Parahyangan menyumbang sembilan persen pendapatan. Sumber penghasilan sebesar ini akan disumpal setelah kereta cepat dioperasikan. Lalu, jalur Argo Parahyangan akan dipakai untuk angkutan kargo. Penumpang Argo Parahyangan yang 12 ribu per hari itu dipaksa untuk beralih ke kereta cepat. Itu pun jumlahnya belum memenuhi target. Kereta cepat Bandung-Jakarta diberi target mengangkut 30 ribu penumpang per hari.

Di masa orang malas bepergian karena ada kemudahan belanja daring, kereta cepat malah menawarkan perpindahan cepat Jakarta-Bandung. Sampai di Bandung harus sibuk mencari mobil sewa. Penumpang Argo Parahyangan tentu lebih menyukai naik Argo Parahyangan yang santai sehingga bisa menikmati pemandangan indah di kanan-kiri jalur kereta.

Pada 2020 ada 17 juta orang yang memilih belanja daring. Begitu pandemi Covid-19 muncul, meningkat menjadi 32 juta orang yang berbelanja daring. Orang yang belanja makanan secara daring tentu saja juga naik.

Bang Lawi lewat rubrik yang dijaganya, “Pojok Lincak”, mengusulkan secara satir agar kereta cepat digunakan saja untuk layanan-antar makanan. Ini akan memberikan kepraktisan warga Jakarta dan Bandung. Lalu, di setiap stasun kereta cepat disediakan dapur dari berbagai vendor restoran yang menunya paling dicari pelanggan.

Maka, orang Jakarta tidak perlu capek-capek ke Bandung untuk sekadar membeli camilan. Cukup pesan lewat aplikasi, tentukan jadwal antar sesuai jadwal perjalanan kereta cepat, lalu datang di stasiun kereta cepat di Jakarta untuk menyantap pesanan saat antaran tiba. Demikian juga sebaliknya. Makanan tentu juga masih hangat karena begitu cepatnya kereta cepat melaju dari Bandung ke Jakarta, begitu sebaliknya.

Bahan makanan segar pun bisa diantar lewat kereta cepat ini. Beli sayur segar yang baru dipetik di Lembang, misalnya, tetap segar tiba di Jakarta. Susu sapi lembang dan Pangalengan juga bisa dengan cepat diantar ke Jakarta. Dengan waktu tempuh hanya satu jam, jumlah perjalanan kereta cepat Jakarta-Bandung tentu akan lebih banyak dari jumlah perjalanan Argo Parahyangan. Dengan demikian, akan makin sering jadwal antaran makanan Bandung-Jakarta, Jakarta-Bandung. Untung pasti, sehingga tak perlu mematikan Argo Parahyangan, dan tak perlu meminta perpanjangan konsesi menjadi 80 tahun.

Priyantono Oemar