Seminar Perubahan Iklim di Untan, Generasi Muda Menjadi Aktor Penanganan Perubahan Iklim
Generasi muda dapat menjadi aktor utama dalam agenda-agenda pengendalian perubahan iklim. Saat ini ada sekitar 65 juta orang (28 persen) penduduk Indonesia pada kategori usia 10 – 24 tahun. Merekalah yang akan menjadi angkatan kerja dan pemimpin di era Indonesia menuju net-zero emission pada 2060.
Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur mengatakan, generasi muda harus didorong berperan aktif dalam berbagai upaya penanganan perubahan iklim, termasuk melalui pendekatan sosial politik (kebijakan publik). Berbicara di kegiatan komunikasi publik mengenai penanganan perubahan iklim di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Hayat Mansur menegaskan, semua pihak juga perlu mendengarkan suara generasi muda dan melibatkan mereka secara aktif dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Komunikasi publik itu digelar dalam bentuk seminar, yaitu seminar nasional hibrida bertema “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Kebijakan Publik”. Acara digelar pada Selasa (23/5). Acara ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 Untan. Digelar bersama Yayasan Perspektif Baru dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untan, didukung oleh Konrad Adenauer Stiftung (KAS).
Hadir sebagai pembicara adalah Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Usep Setiawan, Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, dan Dosen FISIP Untan Fuzy Firda Zhan. Adapun pidato pembukaan disampaikan Rektor Untan Prof Dr H Garuda Wiko SH MSi. Tampil sebagai pembicara kunci Plt Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian LHK Agus Rusly dan pidato penutup oleh Dekan FISIP Untan Dr Herlan SSos Msi.
Agus Rusly mengatakan, perubahan iklim memberikan dampak di berbagai sektor kehidupan. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Di antaranya adalah adalah peningkatan target NDC, target penurunan emisi yang ditetapkan secara nasional di lima sector: Kehutanan, Energi, Pertanian, Industri, dan Limbah.
Khusus kebijakan nasional di sektor FOLU Net-sink 2030, emisi sektor kehutanan akan diserap seluruhnya atau lebih besar pada tahun 2030. Percepatan pemanfaatan energi terbarukan dengan pengembangan kendaraan listrik, peningkatan aksi di sektor limbah, serta peningkatan target pada sektor pertanian dan industri.
Agus mengungkapkan, sejak tahun 2012, pemerintah telah mengembangkan Program Kampung Iklim (Proklim). Program itu, saat ini sedang bertransformasi menjadi Program Komunitas Iklim. Dalam Climate Adaptation Summit tahun 2021, Presiden Joko Widodo menargetkan 20 ribu Kampung Proklim di tahun 2024.
Menurut Usep Setiawan, Pemerintah Indonesia telah memberikan komitmen politik kepada dunia internasional untuk menurunkan emisi karbon melalui kebijakan yang pro-lingkungan. Pemerintah menyadari upaya penanganan perubahan iklim perlu upaya sinergis dan berkesinambungan, karena ancamannya begitu nyata terutama kepada generasi muda.
Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim merupakan isu global sehingga memerlukan kerjas ama multipihak. “Pengalaman dari penanganan pandemi Covid-19 membuktikan kolaborasi semua pihak mampu untuk menghadirkan solusi terbaik,” ucap Usep.
Ancaman kerusakan bumi akibat perubahan iklim, menurut Chalid Muhammad, sudah makin jelas terlihat. Laporan IPCC ke-6 mencantumkan bahwa generasi muda sekarang dan yang akan datang akan merasakan dunia yang lebih “panas dan berbeda” bergantung dari aksi dan kebijakan yang ditetapkan sekarang.
Chalid melihat, generasi muda saat ini sudah mulai menunjukkan concern pada isu perubahan iklim. “Oleh karena itu, harus ada penguatan kapasitas generasi muda sebagai calon-calon pemimpin masa depan agar memiliki keberpihakan pada perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup,” kata Chalid.
Menurut Fuzy Firda Zhan, generasi muda --sebagai penduduk yang mendominasi di Indonesia menurut data dari BPS tahun 2020 (53,81 persen)-- menjadi aktor penting dalam penanggulangan krisis iklim. Keberperanan pemuda dalam adaptasi dan mitigasi iklim dapat dilakukan dengan synergy & collaboration, creative & innovation, dan tech savvy & digital native.
Fuzy menilai, Kalimantan Barat sendiri tidak kekurangan pemuda yang bergerilya dalam penyelamatan iklim. Banyak di antaranya yang telah mencapai skala dan anugerah nasional hingga internasional. “Selain itu terdapat pula upaya pemberian eco-edu di tingkat perguruan tinggi seperti melalui program kampus ramah lingkungan (green campus), adanya pusat studi lingkungan hidup, serta mata kuliah yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan iklim,” ucap Fuzy.
Diskusi Kelompok Terpumpun Perubahan Iklim
Dalam rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-64 Untan, Yayasan Perspektif Baru bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untan dan didukung oleh Konrad Adenauer Stiftung (KAS), telah menggelar juga Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) dengan tema “Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim melalui Kebijakan Publik”.
DKT diadakan untuk mendiskusikan serta merumuskan permasalahan, tantangan, contoh praktik baik, dan rekomendasi solusi penanganan perubahan iklim Kalimantan Barat pada saat ini dan lima tahun ke depan. Kegiatan ini diikuti multistakeholder di Kalimantan Barat. Antara lain, perwakilan DPRD, Pemerintah Provinsi, pengusaha, dan sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Pontianak.
Hasil dari DKT ini akan diserahkan kepada para pemimpin politik untuk mendorong agar upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tetap menjadi prioritas dalam pemerintahan mendatang.